Ada Apa Diizin PT. Astima ?

Catatan Iskandar Djiada

Perusahaan pertambangan nikel PT Anugerah Sakti Utama (Astima) yang beroperasi di Kecamatan Pagimana, ternyata tak hanya diperhadapkan dengan masalah kasus ganti rugi lahan Dakolu yang dituntut warga Pinapuan serta kasus dugaan pencemaran laut di areal budidaya rumput laut Jayabakti.
Dari penelusuran penulis, ternyata ada kejanggalan pada izin yang dikantongi perusahaan tersebut. Sebab penulis mendapati bahwa izin usaha pertambangan operasi produksi untuk PT Astima terbit tanggal 18 April 2011, atau bersamaan dengan izin eksplorasi yang juga terbit ditanggal tersebut.
Kejanggalan pada dua izin ini terlihat jelas, sebab Bupati Banggai menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi kepada PT Astima melalui SK Bupati nomor 541.15/523/Distamben tertanggal 18 April 2011. Para tanggal yang sama yakni 18 April 2011, Bupati Banggai melalui SK Nomor 541.15/494/Distamben, juga sudah langsung mengeluarkan persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi. Artinya, pada tanggal yang sama, izin eksplorasi atau tahap menyelidiki, terbit bersamaan dengan izin untuk memanfaatkan atau operasi produksi. Uniknya, bila benar kedua izin terbit pada tanggal yang sama, nomor SK untuk operasi produksi justru terlihat lebih dulu terbit, dibanding nomor SK untuk eksplorasi. Sekali lagi, nomor SK eksplorasi adalah 541.15/523/Distamben dan nomor SK operasi produksi adalah 541.15/494/Distamben. Izin mana yang sejatinya terbit lebih dulu ? Kejanggalan ini baru pada sistem administrasi.
Pada persoalan substansi perizinan lebih unik lagi. Sebab pada izin persetujuan IUP eksplorasi nomor 541.15/523/Distamben tertanggal 18 April 2011, tercantum jelas tahapan yang harus dikerjakan yakni melakukan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan dalam wilayah IUP untuk jangka waktu satu tahun. Sejatinya, PT Astima sudah pernah menerima SK Bupati tentang persetujuan IUP eksplorasi melalui surat bernomor 541.15/476/Distamben, yang kalau tidak keliru terbit pada 18 Maret 2011..Dalam SK pertama, disebutkan bahwa IUP esplorasi itu berlaku mulai tanggal 18 Maret 2011 hingga 18 Maret 2012 selama 1 tahun. Namun pihak PT Astima mengajukan revisi IUP eksplorasi melalui surat nomor 026/ASU/III/2011 tanggal 21 Maret 2011. Dari surat inilah, lahir SK persetujuan IUP eksplorasi yang baru pada 18 April 2011 atau kurang dari sebulan sejak pengajuan surat permohonan revisi atas SK pertama yang terbit sebulan sebelumnya.
Menariknya, pada SK persetujuan IUP Eksplorasi tertanggal 18 April 2011 itu, tercantum kewajiban-kewajiban yang mesti dipenuhi pihak perusahaan antara lain menyampaikan RKAB selambat-lambatnya pada November, mempersiapkan sosialisasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi, menyelesaikan masalah tumpang tindih kepentingan lahan dengan kegiatan lain dalam areal kawasan hutan, menyusun Amdal atau UKL/UPL, menyusun dokumen reklamasi dan dokumen pasca tambang, menyampaikan laporan studi kelayakan. Kewajiban yang dikenakan kepada perusahaan, dari fakta SK persetujuan IUP eksplorasi itu terbulang sangat banyak.
Namun anehnya, pada tanggal yang sama yakni 18 April 2011, Bupati Banggai sudah menerbitkan SK nomor 541/15/494/Distemben tentang persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi. Dalam SK IUP operasi produksi itu disebutkan bahwa dasar penerbitannya adalah berdasarkan hasil evaluasi kegiatan IUP eksplorasi studi kelayakan PT Anugerah Sakti Utama telah memenuhi syarat untuk ditingkatkan kegiatannya ke tahap IUP operasi produksi. Peningkatan ini dilakukan pula berdasar pada surat Direktur PT Astima nomor 010/ASU/IV/2011 perihal permohonan peningkatan eksplorasi menjadi IUP operasi produksi. IUP ini berlaku untuk lima tahun. Pertanyaannya sekarang, kapan seluruh tahapan yang didiwajibkan dalam IUP eksplorasi, dikerjakan pihak perusahaan, sebab IUP operasi produksi terbit pada tanggal yang sama, bila mengacu pada IUP eksplorasi hasil revisi, dan hanya berselang sekitar sebulan bila mengacu pada SK IUP eksplorasi pertama.
Kapan pula pihak perusahaan melakukan studi kelayakan hingga tahap-tahap penyelidikan, dan akhirnya menemukan kepastian bahwa kawasan IUP eksplorasi layak untuk diolah karena memiliki potensi nikel yang layak dan menjanjikan dari aspek bisnis. Lalu studi kelayakan apapula yang jadi perhatian dan pertimbangan pemerintah, sehingga akhirnya menerbitkan SK IUP operasi produksi, sementara IUP eksplorasi saja baru terbit pada hari yang sama. Benar-benar unik dan janggal, namun itulah fenomena yang terlihat pada SK IUP eksplorasi da SK IUP operasi produksi. Jawaban atas pertanyaan ini, mungkin hanya ada pada mereka yang terlibat dalam penerbitan izin.**