Kasat Pol PP Jadi Tersangka


*Dugaan Penyelundupan Mitan

MEDIA BANGGAI-Luwuk. Setelah sempat menjalani pemeriksaan dan memberikan keterangan terkait kasus penyelundupan minyak tanah yang digagalkan aparat di Pagimana beberapa waktu lalu, Yasin Urusi, kembali dipanggil penyidik polisi untuk menjalani pemeriksaan pada Selasa (10/4) besok. Namun panggilan yang dilayangkan kepolisian terhadap Yasin yang menjabat sebagai Kepala Satuan Pol PP Pemda Banggai sudah menyebutkan statusnya sebagai tersangka.
 Hal itu dikatakan oleh Kasat Reskrim Polres Banggai AKP. Endi Anwar kepada media ini.
Menurut Endi, setelah dilakukan sejumlah pemeriksaan dan keterangan saksi, pihaknya akhirnya menetapkan Yasin Urusi sebagai tersangka dugaan penyelundupan minyak tanah ke Gorontalo beberapa waktu lalu. Penetapan tersangka itu menurut Endi, karena pihaknya telah memiliki dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam perundangan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“Minimal sudah memiliki dua alat bukti seseorang sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka, karena itu kami saat ini sudah melayangkan surat panggilan kepada Kasat Pol PP itu sebagai tersangka, ia akan menghadap pada kami pada selasa,” ujar Endi diruang kerjanya.
Dua alat bukti yang dikatakan oleh Endi dalam penetapan Yasin Urusi sebagai tersangka yakni keterangan saksi dan surat sebagai petunjuk, surat tersebut yakni surat karantina ikan yang mencantumkan nama Yasin sebagai pengirim dan penerima gabus ikan yang berisi minyak tanah.
“Alat bukti yang kami miliki sebagai dasar penetapan tersangka kepada Yasin Urusi yakni  keterangan saksi dan surat karantina ikan,” jelas mantan Kapolsek Toili ini.
Perwira tiga balak yang pernah memenjarakan seorang Camat ini mengatakan, tersangka boleh saja beralibi dan mengelak dari perbuatan yang dilakukannya, karena berdasarkan pasal 66 KUHAP, tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
Rencananya kepada Yasin Urusi, penyidik akan menjeratnya dengan pasal 55 Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, yang ancaman pidananya maksimal enam tahun penjara dan denda Rp 60 miliyar. *IRW4N