Migas Diantara Bobroknya Sistem & Mental Oknum Pejabat (II)

Oleh: Soeria Lasny

Dari kenyataan sebagaimana yang diuraikan pada bagian pertama edisi kemarin, antara Pemkab Banggai yang memiliki potensi migas dan perusahaan minyak yang sementara ini sedang beroperasi di daerah ini seyogianya membangun kerjasama dalam hal sosialisasi untuk memberi pemahaman kepada masyarakat setempat. Tujuannya tak lain agar semua pihak yang terlibat maupun instansi atau lembaga yang terkait atas kehadiran investor untuk memanfaatkan potensi daerah, dapat menyikapi permasalahannya dengan hati yang jernih dan obyektif. Terutama masyarakat di pedesaan atau mereka yang bermukim di sekitar lokasi kegiatan ekspolrasi. 
Apalagi bila dalam kegiatan tersebut perusahaan yang bersangkutan memerlukan lahan milik rakyat yang harus dibebaskan atau lokasinya menyentuh areal cagar alam, sering menimbulkan konflik kepentingan. Baik kepentingan perusahaan itu sendiri, maupun kepentingan rakyat serta kepentingan pembangunan daerah tak jarang dapat menimbulkan konflik multi dimensi. Seperti itulah kondisi yang terjadi. 
Sejak awal perjalanan Proyek LNG di Kabupaten Banggai yang gaungnya merambah ke sejumlah negara, ternyata nyaris mengalami kegagalan. Selain menghadapi kebijakan Nasional yang kadang tak menentu juga dihadapkan pada saratnya kepentingan di kalangan elit Nasional yang menguasai dunia usaha perminyakan. Baik menyangkut kepentingan politik yang berkaitan dengan kebijakan perekonomian nasional, persaingan perusahaan-perusahaan besar dalam negeri maupun kepentingan sejumlah perusahaan multi nasional di kawasan regional Asean, bahkan Asia dan Australia. Kondisi ini seakan mencerminkan potensi Migas Banggai layaknya seperti tulang yang sedang diperebutkan oleh anjing-anjing yang kelaparan. 
Yang memprihatinkan, PT.DS LNG (perusahaan konsorsium Pertamina, Mitsubishi, Medcoenergi) selaku perusahaan operasional lapangan harus menghadapi persoalan yang cukup rumit dalam penyiapan lahan untuk pembangunan Kilang LNG. Ini disebabkan saking bobroknya sistem birokrasi dan mental oknum pejabat di jajaran Pemkab Banggai yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan segelintir orang. Belum lagi termasuk oknum-oknum tertentu yang memainkan peran sebagai preman atau calo tanah. 
Dari sejumlah sumber yang banyak mengetahui isi perut DSLNG menyatakan investor tersebut telah menghabiskan dana sekitar Rp.700 milyar dalam pembebasan lahan yang dipersiapkan untuk pembangunan Kilang LNG. Namun belum ada konfirmasi mengenai aliran dana tersebut dalam proses pembebasan lahan seluas 350 ha yang direncanakan dan dimana letak lokasi lahan yang dimaksud. Menurut catatan PT DS LNG (Donggi Senoro Liquefied Natural Gas) lahan yang telah dibebaskan sekitar 97% dari 250 ha dan telah dibayarkan langsung kepada sejumlah pemiliknya. 
Dalam rapat-rapat Pansus Angket yang digelar secara maraton beberapa waktu lalu, terungkap mengenai pola main oknum pejabat yang sering turun ke Uso untuk mengeruk rezeki secara tidak wajar. Misalnya, untuk melakukan kegiatan di lapangan dalam rangka tugas dinasnya untuk menangani proses jual beli/pembebasan lahan rakyat ini meminta bantuan dana operasional kepada DSLNG. Padahal untuk kepentingan tugasnya mereka telah dialokasikan dana operasional dalam APBD. Tapi mengapa harus “mengemis” dana dari investor? 
Dalam rapat-rapat Pansus Angket masih belum terungkap berapa jumlah dana yang pernah dikeluarkan oleh DSLNG untuk memenuhi proposal permintaan dana liar dengan alasan untuk kepentingan urusan pembebasan lahan tersebut. Pansus Angket DPRD Banggai sendiri tak perrnah berhasil mengorek keterangan pihak DSLNG mengenai hal itu. Karenanya perlu dipertanyakan apakah dana yang telah dikeluarkan untuk kepentingan tugas oknum pejabat tersebut sudah termasuk dalam angka Rp.700 milyar yang telah dikeluarkan oleh DSLNG dalam kaitan pembebasan lahan tersebut. Soal besar kecilnya jumlah tidak penting, tapi yang memprihatinkan ialah menyangkut mental oknum pejabat yang memanfaatkan kehadiran investor migas inilah yang harus menjadi perhatian kita semua. Selain itu tak menutup kemungkinan adanya oknum orang dalam DSLNG itu sendiri ikut mengambil manfaat dalam mempengaruhi kebijakan Pemerintah Daerah untuk menentukan besar kecilnya harga pembebasan lahan tersebut. (Bersambung)***

Baca Juga :
Migas Diantara Bobroknya Sistem & Mental Oknum Pejabat (I)
Migas Diantara Bobroknya Sistem & Mental Oknum Pejabat (III)
Migas Diantara Bobroknya Sistem & Mental Oknum Pejabat (IV-Habis)