“Sinyal Aneh” Dari Lalong

Para anggota DPRD Banggai tiba-tiba bertingkah aneh. Dibilang aneh, karena memang tidak biasanya. Bukan aneh karena bertentangan dengan aturan dan prosedur. Sikap aneh para anggota DPRD Banggai itu terlihat dalam sidang paripurna pembahasan Rancangan Perda Perubahan APBD 2012, Kamis (27/9) kemarin. Kalau biasanya para anggota DPRD Banggai bersikap lemah lembut dan penuh pengertian, suasana rapat kemarin justru terbalik. Para politisi itu bersikap tegas dan seolah kritis.
Dalam rapat serupa sebelum-sebelumnya, para anggota DPRD melalui fraksi-fraksi yang ada, tak suka menggunakan pandangan umum fraksi, apalagi pandangan sikap akhir fraksi. Kemarin, seluruh fraksi meminta untuk menyampaian pandangan umumnya. Bahkan, untuk kepentingan penyusunan pandangan umum fraksi, DPRD meminta kepada Pemda Banggai untuk menyerahkan Rencana Kerja Anggaran (RKA-Perubahan).
Permintaan dokumen RKA Perubahan oleh DPRD itu jelas sangat lebay, (istilah anak muda yang menggambarkan sebuah sikap berlebihan). Sebab, menurut Permendagri 22/2011 tentang pedoman penyusunan APBD 2012, dokumen RKA bukanlah sebuah dokumen yang dibahas bersama DPRD. Dokumen yang harus dibahas bersama DPRD hanyalah KUA-PPAS/KUA PPAS Perubahan dan RAPBD/RAPBD Perubahan. Sementara dokumen RKA atau RKA-Perubahan, hanyalah dokumen yang disusun oleh SKPD setelah DPRD dan Kepala Daerah bersepakat soal KUA dan PPAS.
Dalam menyusun RKA/RKA Perubahan, SKPD berpedoman kepada surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD, yang diterbitkan setelah Kepala Daerah dan DPRD bersepakat soal KUA dan PPAS. Dokumen RKA seluruh SKPD tersebutlah, yang akan menjadi bahan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam menyusun Rancangan Perda APBD/APBD Perubahan. Nah, dokumen Rancangan Perda APBD/APBD Perubahan inilah, yang harus disampaikan kepada DPRD untuk dibahas, bukan RKA-SKPD. Artinya, dengan bermodalkan dokumen RAPBD/RAPBD Perubahan, DPRD sudah cukup untuk melakukan analisa dan pencermatan dalam pembahasan anggaran tanpa harus memiliki RKA-SKPD. Karena sesungguhnya, RAPBD/RAPBD Perubahan, adalah dokumen yang diproduksi dari RKA seluruh SKPD yang ada.
Kalaupun DPRD meminta dokumen Raperda APBD beserta lampiran-lampirannya, maka itu tak bisa diartikan sama dengan dokumen Raperda APBD beserta RKA-SKPD. Sebab dua hal itu jelas berbeda satu sama lain. Lampiran-lampiran dalam Raperda APBD adalah, berisikan soal ringkasan anggaran pendapatan dan belanja, rincian dan ringkasan APBD menurut urusan, rekap belanja, rekap jumlah pegawai, daftar piutang, datar penyertaan modal, dan seterusnya hingga daftar pinjaman daerah dan obligasi daerah jika ada. Dan sebenarnya, lampiran-lampiran itu sudah ada di dalam dokumen Raperda APBD.
Meskipun begitu, tetap tidak haram sifatnya jika DPRD meminta dokumen RKA-SKPD sebagai bahan atau referensi tambahan dalam pembahasan RAPBD/RAPBD Perubaan. Dokumen itu juga penting untuk menambah wawasan legislator dalam upaya mencermati dokumen APBD secara maksimal. Hanya memang akan terlihat lebay (berlebihan), apalagi selama ini sikap itu tak pernah diperlihatkan dalam pembahasan yang serupa pada momentum sebelum-sebelumnya, maka jangan heran, jika fenomena ini akan menjadi aneh bagi publik.
Hilangnya kebiasaan lama DPRD seperti bersikap lemah lembut dan penuh pengertian dalam pembahasan anggaran, dan berubah menjadi sikap tegas dan kritis, ditambah dengan sikap lebay seperti itu, seolah menjadi “sinyal aneh” yang memancar dari parlemen teluk lalong saat ini. “sinyal aneh” seperti itu biasanya memancarkan radiasi dan reaksi tanda tanya, misalnya ada apa? kenapa? dan lain lain dan lain lain.
Haya saja, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang berkembang pesat selama ini, tak akan menyulitkan Pemda dalam mendiagnosa kemunculan “sinyal aneh” itu. Saya masih yakin dan percaya, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pak bupati, pak Sekkab, kepala Dinas PPKAD, Bappeda atau semua pihak yang masuk dalam tim TAPD, pasti bisa membaca dan mengartikan “sinyal aneh” dari lalong itu.*