Warga Batui Gugat PT.BSS

MEDIA BANGGAI-Luwuk. Merasa hak atas tanah mereka dirampas secara sepihak, sejumlah warga Kecamatan Batui menggugat secara perdata PT. Banggai Sentral Shrimp (BSS) ke Pengadilan Negeri Luwuk. Bahkan pada sidang pemanggilan para pihak Kamis (27/9) kemarin, warga yang emosi karena sidang telah ditunda beberapa kali, sempat melontarkan kata-kata kesal. Saat ini gugatan warga tersebut ditangani oleh Sugiarto, SH selaku kuasa hukum warga.
Ketika dimintai keterangannya mengenai gugatan warga tersebut, Sugiarto, SH atau biasa disapa Ato mengatakan, dugaan perampasan lahan tersebut terjadi sekitar tahun 1988, dimana PT Banggai Sentral Shrimp (PT BSS) melakukan peninjauan lokasi/ lahan masyarakat Batui tanpa memberitahu dan membicarakan mengenai maksud dan tujuan dari peninjauan lahan tersebut. Peninjauan tersebut diduga mendapat “restu” dari Kepala Kecamatan Batui dengan “memerintahkan” Kepala Kelurahan Sisipan dan Kepala Kelurahan Batui untuk “mengawal” PT BSS dalam peninjauan.
Dijelaskan juga oleh Ato, setelah melakukan peninjauan lokasi itu, PT BSS langsung memasang patok-patok berwarna merah. Hal tersebut menimbulkan protes keras dan kemarahan dari warga Batui yang merasa tidak pernah menyerahkan lahan mereka untuk kepentingan PT BSS. Karena kerasnya protes dan kemarahan dari warga Batui, PT BSS membuat pertemuan untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan pihak Kantor Sosial Politik Banggai. Namun yang terjadi bukannya penyelesaian masalah tapi dugaan intimidasi terhadap warga yang dilakukan oleh pihak Kantor Sosial Politik Banggai dengan menyatakan bahwa siapa yang tidak menyerahkan lahannya untuk kepentingan nasional adalah PKI, dan akan dimasukkan dalam daftar tahanan politik (Tapol).
“Ada intimidasi terhadap warga saat itu yang dilakukan oleh Kantor Sospol Kabupaten Banggai, berkedok kepentingan nasional didalamnya, saat itu siapa saja warga yang tidak menyerahkan tanahnya untuk kepentingan nasional dicap sebagai PKI dan akan dimasukan dalam Daftar Tapol,” terang advokad asal Kota Palu ini.
Menghadapi intimidasi tersebut jelas Ato, sebagian besar warga tetap pada pendiriannya dan tetap tidak mau meninggalkan lahan mereka. Namun hal tersebut mengakibatkan PT BSS menggusur lahan warga Batui mempergunakan alat berat. Menghadapi sikap PT BSS, warga Batui tidak dapat berbuat banyak, namun tetap berusaha untuk mendapatkan kembali hak atas lahan tersebut. Telah banyak usaha dan upaya warga Batui untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang telah dirampas oleh PT BSS, termasuk mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan kantor Badan Pertanahan Nasional Pusat di Jakarta. Namun PT BSS tetap berkeras bahwa lahan tersebut adalah miliknya berdasarkan Hak Guna Usaha dengan nomor 04/HGU/BPN/B51/94 tertanggal 10 Oktober 1994 dengan luas 164,2 hektar.
Ditambahkan pengacara berkacamata ini, persoalan semakin pelik ketika pada tahun 2011, PT BSS dinyatakan pailit (bangkrut) oleh Pengadilan Negeri berdasarkan putusan register nomor 27/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby. Dimana dalam putusan tersebut menyatakan bahwa semua asset milik PT BSS dibawah pengawasan curator yang ditunjuk guna penyelesaian hutang. Melihat persoalan semakin pelik warga Batui memutuskan mempergunakan jalur hukum untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Keputusan tersebut dibuktikan dengan mendaftarkan persoalan mereka kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Luwuk dengan Register Nomor 44/Pdt.G/2012/Pn.Lwk tertanggal 30 Juli 2012. Dan pada hari ini, hari Kamis tanggal 27 September 2012 merupakan sidang kedua yang masih pada agenda persidangan pemeriksaan identitas para pihak. Yang sebelumnya, tanggal 30 Agustus 2012 adalah merupakan sidang perdana dari gugatan warga Batui dengan agenda persidangan pemeriksaan identitas para pihak.
Gugatan sebelumnya pernah dilakukan warga, namun karena kurangnya para pihak sehingga gugatan warga tersebut gugur, saat ini warga terus berusaha agar hak atas tanah tersebut dapat mereka peroleh kembali. *irwan