Program KTR Dinkes “Omong Kosong”

MEDIA BANGGAI-Luwuk. Program Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai dan menelan anggaran sebesar Rp180 juta, dinilai sebagai sebuah program pemborosan anggaran. Program tersebut juga dinilai omong kosong dan bualan Dinas Kesehatan saja, karena pada faktaya anggaran tersebut sebagian besarnya hanya digunakan untuk kepentingan belanja pegawai.
Menurut Anggota DPRD Kabupaten Banggai, Ibrahim Darise, alasan Dinas Kesehatan yang menyebutkan bahwa pelaksanaan program kawasan tanpa rokok adalah berpedoman pada PMK 20/2009 tentang perubahan atas PMK Nomor 84/PMK.07/2008 tentang penggunaan DBH CHT dan sanksi atas penyalah gunaan alokasi DBH CHT, juga tidak rasional dan terkesan dipaksakan.
Sebab kata dia, program Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam PMK 20/2009 hanya dituangkan dalam Pasal 7 huruf (c). Sementara masih banyak program lain yang lebih mendesak dan penting di pasal-pasal lainnya dalam PMK tersebut, yang justru tidak dilakukan oleh pemerintah daerah.
Menurut Ibrahim, PMK 20/2009 hanya merubah beberapa pasal saja dalam PMK Nomor 84/PMK.07/2008. Sedangkan penegasan soal penggunaan DBH CHT diatur dalam pasal 2 PMK 84/PMK.07/2008 yang sama sekali tidak dirubah dalam PMK 20/2009.
“Jangan membodohi masyarakat, harusnya kalau ada yang diritisi ya diperbaiki, bukan justru membantah dengan argumentasi yang dipaksanakan seperti itu,” tandas Ibrahim sambil menunjuk pemberitaan media massa, soal penjelasan Kadis Kesehatan mengenai pelaksanaan KTR di Kabupaten Banggai.
Ibrahim mengatakan, harusnya DBH CHT yang dikucurkan pemerintah pusat ke Kabupaten Banggai tidak digunakan untuk kegiatan program KTR oleh Dinas Kesehatan, melainkan harusnya diberikan kepada SKPD lain yang bersentuhan langsung dengan petani tembakau.
Kata dia, banyak program lain yang lebih penting jika dibandingkan dengan program KTR, misalnya yang diatur dalam Pasal 3 huruf (d) dan (e) PMK 20/2009; yakni penanganan panen dan pasca panen bahan baku, atau penguatan kelembahaan kelompok petani tembakau.
“Kenapa tidak anggaran Rp180 juta itu kita berikan kepada petani-petani tembakau yang ada di Desa Trans Bima Karya Kecamatan Bualemo atau di Desa Lenye Kecamatan Luwuk? Agar mereka bias lebih produktif dalam menanam tembakau? Kenapa harus program KTR yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan?,” tandas Ibrahim.
Kata dia, kalu Pemda mau jujur dan membuka DPA-Dinas Kesehatan, khsusnya terhadap penggunaan dana Rp180 juta DBH CHT untuk program kawasan tanpa rokok, maka akan kelihatan bahwa sebagian besar anggaran itu justru habis untuk honor-honor, ATK, bahan habis pakai, spanduk, dan belanja belanja lainnya, yang justru tidak ada kaitannya dengan kebutuhan mendesak rakyat.
Ibrahim juga menyesalkan penjelasan dinas kesehatan yang menyebut DBH CHT adalah dana yang bukan bersumber dari APBD melainkan dari APBN. Menurut dia, penjelasan tersebut menunjukan ketidak pahaman Kadis Kesehatan soal struktur APBD. Dijelaskan, DBH CHT adalah salah satu jenis transfer ke daerah yang bersumber dari dana perimbangan, khususnya jenis dana bagi hasil bukan pajak, yang masuk dalam komponen pendapatan daerah dalam stuktur APBD. “Siapa bilang bukan APBD? bahwa dananya dari pusat, itu iya, tapi itu namanya dana perimbangan dan tetap masuk dalam struktur APBD,” tandasnya. *gafar