Alamsyah in memorial

Guratan Iskandar Djiada


Semangat dan tanggungjawab, adalah dua kata yang tampak dari keseharian seorang Alamsyah sebagai seorang pekerja pers. Hidupnya, seolah memang didedikasikan untuk profesi dibidang media massa.

Penulis sendiri berkenalan dengan Alam, sapaan akrabnya, dalam ikatan profesi sama-sama wartawan, hingga sama-sama menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Beberapa tahun lalu, pria kelahiran Palu 17 April 1979 ini menginjakkan kaki di Luwuk, setelah sekian tahun menjalani kehidupan sebagai pekerja pers di ibukota Sulteng itu. Mungkin tekad sebagai perantau inilah, yang membuat ia juga terlihat tegar menghadapi lika-liku kehidupan Luwuk khususnya dan kabupaten Banggai umumnya.

Sebagai perantau, Alam ternyata bisa dengan cepat membangun komunikasi dengan sesama pekerja pers. Meskipun saat kali pertama menginjak kota Luwuk, ia memilih bekerja di salah satu media di Luwuk, namun hubungannya dengan rekan-rekan jurnalis dari media yang lain tetap terbangun. Ia sempat meninggalkan kota Luwuk beberapa bulan, dan kemudian kembali sekitar November 2012 atau sekitar setahun silam.

Saat itu, atas ajakan dan bersama dengan sejumlah pekerja pers di Luwuk, ia kemudian bergabung dan ikut bersama mendirikan sebuah koran mingguan terbitan Luwuk.

Di media itulah, penulis sebagai sesama pekerja pers yang bekerja di media lain melihat bagaimana profil seorang Alamsyah bekerja. Penuh semangat, bertanggungjawab dan berdedikasi. Bagi penulis, adalah sesuatu yang teramat sangat luar biasa, menghasilkan koran mingguan dari sebuah laptop. Dan tak hanya penulis, wartawan senior Sulteng Soeria Lasny, di sebuah kesempatan sempat menyatakan hal serupa pada penulis. Memang kerja luar biasa kata opa Soer, menghasilkan karya jurnalis media mingguan dari sebuah laptop.

Tapi itulah hari-hari yang dilalui seorang Alamsyah.

Kadang ia juga mengaku capek. Pengakuan itu tentu manusiawi. Karena itu pula, penulis ingat betul, bagaimana bahagianya seorang Alam, ketika ada rekan-rekannya yang kemudian berkesempatan mengajaknya refreshing ke luar kota, walaupun refreshing yang dimaksud, kerap juga masih diwarnai dengan aktifitas jurnalistik.

Bahkan di sebuah kesempatan tour jurnalis se-Kalimantan Sulawesi di Yogyakarta bulan Juli lalu, Alamsyah ternyata tak sekedar melaksanakan tugas peliputan, layaknya wartawan yang bertugas ke luar kota. Malam hari, kala peserta tour yang lain tengah asyik menikmati indahnya Yogyakarta, Alam justru harus terbenam dalam pekerjaan menerbitkan koran mingguannya. Sepintas unik juga, ia yang tengah ada di sebuah kota di Pulau Jawa, atau ribuan kilo dari kota Luwuk, ternyata masih secara defacto mengepalai proses penerbitan media tempat ia bekerja. Layaknya seorang panglima, ia ternyata memimpin pasukan tempurnya dari kejauhan. Bak seorang panglima perang, ia ternyata tak hanya memimpin peperangan, namun juga sekaligus memimpin pertempuran, meski ada di sebuah lokasi yang jauh dari medan pertempuran itu.

Kala yang lain terbenam menikmati Malioboro, ia ternyata sibuk menjalankan tugasnya sebagai redaktur, melaksanakan proses editing atas berita wartawan-wartawannya yang ada di Luwuk. Bermodal kecanggihan teknologi informasi, proses editing jarak jauh hingga pengiriman naskah ke percetakan di Palu, ternyata mampu dilaksanakan seorang Alamsyah nun jauh dari Jogja sana.

Itulah dedikasi yang terlihat dari seorang Alamsyah.

Mungkin karena semangat, tanggungjawab serta dedikasi inipula yang membuat ia tak banyak memperhatikan soal kesehatannya. Fenomena kurang memperhatikan masalah kesehatan, memang banyak terjadi di kalangan wartawan. Soal pola makan yang tidak teratur, tidur yang tak jelas waktunya, hingga sistem kerja yang tak kenal batas waktu, memang jadi bagian keseharian wartawan, termasul seorang Alamsyah tentu. Toh hari demi hari, tetap Alam jalani, hingga akhirnya kesehatannya benar-benar terganggu, dan ia harus masuk rumah sakit Kamis 1 November lalu. Saat dalam perawatan di rumah sakit, Alam sempat mengutarakan keinginannya untuk bergabung bersama penulis di Media Banggai. Ia bahkan menyatakan, kalau kondisinya memungkinkan, ia akan ke Palu untuk beristirahat sejenak, lalu kembali ke Luwuk dan segera bergabung di Media Banggai.

Namun Kamis kemarin, tepat seminggu setelah ia dirawat di RSUD Luwuk, Alam akhirnya meninggal dunia. Alamsyah hanya boleh berencana, namun sang pencipta berkehendak lain. Selamat jalan Alam.**