In Memoriam Sudarto

 Bagi masyarakat Kabupaten Banggai, sosok Sudarto bisa dianggap sebagai bupati yang paling membumi. Tanpa mengecilkan yang lain, namun nama Sudarto seolah menjadi tokoh paling populis di wilayah yang membentang dari Balingara di perbatasan Banggai-Touna hingga Rata yang membatasi Banggai-Morowali Utara.

Dua periode memimpin Kabupaten Banggai, yakni periode 1996-2001 dan periode 2001-2005, membuat nama Sudarto, pria kelahiran Nganjuk, Jawa Timur tahun 1948 dan menikahi Nurmasyita Mang, menjadi sosok paling dikenal.

Sudarto tak banyak membangun gedung monumental. Namun oleh masyarakat, ia dikenal sebagai bupati yang sangat sukses kala memimpin Kabupaten Banggai. Sejumlah kesuksesan besar yang akan selalu jadi catatan, antara lain kemampuannya menjaga suasana kondusif di Kabupaten Banggai, kala sejumlah daerah tetangga Kabupaten Banggai seperti Poso dan Maluku tengah dilanda konflik sosial, daerah beribukota Luwuk justru tetap aman dan damai. Upayanya menjaga Kabupaten Banggai agar tetap aman dan nyaman didiami warga tak tanggung-tanggung. Ia bahkan kerap meninggalkan rumah jabatan bupati pada malam hari, hanya dengan bersepeda motor, demi memantau berbagai aktivitas warga dan memastikan bahwa segala persoalan kemasyarakatan bisa diselesaikan tanpa harus melalui konflik sosial. Sesekali, ia singgah di kerumunan warga, termasuk saat melihat ada sekelompok anak muda yang tengah duduk santai di deker atau di depan jalan lorong. Ia juga berkali-kali mengumpulkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama, demi menyamakan persepsi bahwa Kabupaten Banggai harus tetap aman dan tak boleh terpengaruh dengan konflik sosial di daerah lain.

Upayanya menjadikan Kabupaten Banggai tetap aman dan tidak terkena dampak konflik sosial di daerah tetangga, sangat berhasil. Bahkan, sejumlah warga atau pengusaha dari daerah tetangga yang tengah mengalami konflik sosial, pindah dan mulai merintis usahanya di Luwuk.

Keberhasilan lain yang tidak akan pernah dilupan warga, adalah prestasinya mewujudkan Kota Luwuk, ibukota Kabupaten Banggai, menjadi salah satu kota terbersih di Indonesia, hingga akhirnya meraih penghargaan dan piala adipura. Luwuk dimasanya, memang sangat bersih. Sejumlah Kepala Dinas Tata Kota kala itu, bahkan selalu harus siaga mengawasi pasukannya sejak pukul 05.00 wita atau selepas shalat subuh, karena sekali-kali, Bupati Sudarto juga melakukan inspeksi. Kebiasaan jalan pagi, memang dijadikan Sudarto sebagai sarana untuk mengawasi aktivitas petugas kebersihan kota, sekaligus momen untuk bersilaturahmi dengan warga yang kebetulan berpapasan di jalan.

Tak heran bila predikat Luwuk sebagai salah satu kota terbersih di Indonesia, bisa diraih Luwuk lebih dari satu kali, hingga adipura akhirnya dijadikan tugu di persimpangan jalan Urip Sumoharjo-Ahmad Yani-MT Haryono-Sukarno dan jalan menuju Kantor BPC Gapensi. Kondisi Kota Luwuk yang ‘pernah’ sangat bersih ini pula yang jadi ilham bagi Bupati Herwin Yatim dan Wabup Mustar Labolo saat mulai memimpin Kabupaten Banggai Juni 2016 lalu. Keduanya ingin mengembalikan predikat kota terbersih, seperti yang pernah diraih Luwuk dimasa Sudarto menjadi bupati.

Gaya kepemimpinan Sudarto yang dekat dengan rakyat juga bukan sekadar pencitraan atau upaya meraih simpati menjelang momen politik. Latar belakang militer mulai dari prajurit lapangan hingga memimpin kesatuan, membuat Sudarto menjadi sosok yang sangat ingin mengenal Kabupaten Banggai dan seluruh rakyatnya. Ia dikenal sangat rajin turun ke kecamatan hingga desa terpencil. Untuk kondisi Desa Baloa Doda di pedalaman Pagimana yang sulit terjangkau moda transportasi, ia bahkan ‘mengutus’ sejumlah aktivis pencinta alam demi merekam nadi kehidupan warga di desa yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama lebih dua hari dua malam itu. Soal mengunjungi perkampungan, Sudarto memang luar biasa. Tak heran, ketika KNPI Banggai di masa Alfian Djibran, pernah menggagas touring sepeda motor ke kawasan kepala burung untuk mengelilingi jalur jalan dan desa-desa di sepanjang Masama hingga Bualemo, Bupati Sudarto ikut serta dengan mengendarai sepeda motor.

Sosok Sudarto yang kembali terpilih sebagai Bupati Banggai pada periode 2001-2006 (ia menjabat hingga 2005, karena mencalonkan diri sebagai Cawagub mendampingi Ruly Lamadjido), juga dikenal sebagai kepala daerah yang rajin memekarkan wilayah. Di masanya, jumlah kecamatan di Kabupaten Banggai terus bertambah dengan terbentuknya Kecamatan Bualemo sebagai pemekaran Pagimana, kemudian disusul Kecamatan Masama sebagai pemekaran Lamala, Luwuk Timur sebagai pemekaran Luwuk dan Toili Barat sebagai pemekaran Toili. Tak hanya memekarkan kecamatan, dimasanya pula, Kabupaten Banggai Kepulauan terbentuk dengan wilayah kala itu (sebelum terbentuknya Banggai Laut), mencakup Pulau Peling, Pulau Banggai dan Kepulauan Bangkurung.

Soal politik rekonsiliasi, Sudarto juga ahlinya. Sudarto yang menjadi Bupati Banggai pada tahun 1996, kala nama Basri Sono sempat disebut-sebut sebagai salah satu calon kuat bupati menggantikan HM Junus, justru kemudian memilih Basri Sono sebagai wakil bupati, saat pemerintah pusat mulai memberlakukan aturan membentuk jabatan wakil bupati. Sebelumnya, Basri Sono yang sempat menjadi Sekda Banggai di masa HM Junus, sudah ditugaskan sebagai pejabat di Pemprov Sulteng.

Kemampuan Sudarto membangun komunikasi politik dan komunikasi sosial inipula yang membuat ia dengan mudah meraih sukses, untuk berbagai posisi politik lainnya seperti kala menjadi anggota DPD RI dan menjadi Wakil Gubernur Sulteng mendampingi Longki Djanggola. Sudarto memang pernah gagal menjadi Wakil Gubernur Sulteng, kala mendampingi Rully Lamadjido pada Pilkada tahun 2006. Namun ia tidak gagal di daerah basisnya, kawasan timur Sulawesi Tengah. Ia meraup suara sangat signifikan di kawasan Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan bahkan Morowali. Kekalahan pasangan Rully-Sudarto kala itu, justru terjadi di daerah yang bukan menjadi basis Sudarto atau ada di kawasan barat Sulawesi Tengah.

Fenomena Sudarto yang merakyat, akhirnya ia buktikan, kala ia kembali tampil di momen Pilkada bersama Longki Djanggola. Dua kali mendampingi Longki Djanggola, mantan Bupati Parigi Moutong itu, Sudarto sukses mendapatkan dukungan signifikan di wilayah Banggai, Bangkep dan Banggai Laut.

Kini, diperiode keduanya sebagai wakil gubernur, ada satu hal yang belum sempat ia saksikan bisa terwujud, yakni berdirinya Provinsi Sulawesi Timur. Namun dimasa Longki Djanggola dan Sudarto, proses pembentukan Provinsi Sultim dengan ibukota Luwuk bisa melangkah maju, ditandai dengan terbitnya persetujuan DPRD dan Pemprov Sulteng, dan berlanjut pada kunjungan Tim DPD RI di Luwuk beberapa waktu lalu. Kini, Sudarto, sang pelantun tembang ‘Kota Luwuk’ telah meninggalkan kita semua. Ia pergi dengan sejuta kenangan bagi rakyatnya. Selamat jalan pak Darto. DAR

sumber : Banggai Raya