Pupusnya Harapan Petani Rumput

PAGIMANA-Matinya rumput laut di Desa Jayabakti Kecamatan Pagimana, meninggalkan cerita pilu bagi para petani. Tak kurang dari 343 petani rumput laut terancam kehilangan penghasilan. Walau demikian, hingga kini Pemda seolah tak pusing akan hal itu. Perjuangan para petani menuntut ganti rugi tak kunjung tiba. Tak ada lagi yang bisa diharapkan.
Kekecewaan warga ini, ternyata membuat mereka mulai berpikir soal aspirasi politik yang harus diubah. Mereka mengaku tak akan memberi kepercayaan pada anggpta DPRD yang kini duduk di Dewan Banggai. “Kalau ada anggota DPRD yang sekarang mau masuk disini, kita tolak saja. Kita sepakat harus ada warga kami yang jadi anggota DPRD dari sini,jadi kami ingatkan yang duduk sekarang jadi anggota dewan khusunya dari dapil 3, tidak usah lagi hambur-hambur uang disini,masalah rumput laut saja tidak bisa diperjuangkan, apa lagi masalah yang lainnya,” warning Arifin, tokoh masyarakat yang juga koordinator petani rumput laut Jayabakti. Tak hanya pada anggota DPRD, kekecewaan merekapun tertuju pada Pemda termasuk bupati.
Selama ini kata dia, dengan hasil laut, terutama rumput laut, mereka bisa menyekolahkan anaknya hingga diperguruan tinggi. Pintu kios-kios selalu terbuka lebar untuk memenuhi kebutuhan, tak ada pemilik warung yang ragu bila mereka berhutang,pasti selalu dilayani. Sebab penghasilan mereka setiap panen bisa mencapai Rp5juta hingga Rp10 juta.
Namun itu dulu, jauh sebelum perusahaan nikel PT. Anugerah Sakti Utama (Astima) beroperasi.
Para petani rumput laut yang dulunya bergelimang harta, kini tak mampu lagi menyekolahkan anaknya hingga keperguruan tinggi, kios-kios yang biasa tempat berhutang, kini tak lagi melayani mereka. Ada warga yang sampai menjual perabot rumah tangga satu persatu. “Dulu ada televisi,sekarang terjual,”kata Anwar, warga lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebanyak 343 petani rumput laut Jayabakti kini harus kembali menjadi ‘pamissi’ atau nelayan.
Petani mengaku lelah mengadukan nasib mencari keadilan atas matinya sumber utama mata pencaharian mereka. Sebab telah empat kali ke Bupati Banggai dan dua kali ke DPRD Banggai, namun hingga kini tak ada realisasinya.
Kini, para petani ini mengaku hanya bisa merasakan kepiluan, melihat tanaman rumput laut mereka mati, karena diduga ada pencemaran. Mereka merasa pilu, karena tak ada lagi yang bisa mendengar keluhan dan kekecewaan mereka. **