Kasus Pante Maahas ‘Tanggalam’

*Kerja Panitia Buang-Buang Energi ?

Sorotan Iskandar Djiada,jurnalis

Hampir sebulan tahun 2012 berlalu. Dengan demikian, hampir sebulan pula, kerja-kerja panitia angket DPRD Banggai yang menyelidiki kasus dugaan penjualan pante di Maahas berakhir. Namun sejauh ini, tak ada kejelasan lagi seperti apa hasil kerja-kerja marathon selama dua bulan sepanjang November hingga Desember 2012.

Sejumlah kalangan di Luwuk-pun menilai, salah satu dari sekian banyak kasus di pante Maahas itu terancam tenggelam kelaut Selat Peling, seiring berlalunya waktu.

Penilaian berbagai kalangan ini, mungkin ada benarnya, bila melihat ketidak jelasan hasil kerja panitia angket yang diketuai Irwanto Kulap itu. Padahal, penyelidikan atas dugaan penjualan pante itu, hanyalah satu dari sekian masalah yang ada di pesisir Maahas. Untuk satu kasus yang sudah sempat dibahas dengan menggunakan senjata andalan para wakil rakyat bernama ‘hak angket’ atau ‘hak menyelidiki; saja, hasil kerjanya hingga kini tak jelas, apalagi untuk sejumlah kasus lain yang tak menggunakan hak angket.

Sebut saja persoalan tanah milik ko Aman, persoalan tanah milik Oksin hingga masalah lain yang masih berciri sama, yakni transaksi pesisir pantai.

Semua kasus tanah di pante Maahas itu, seolah hilang terbawa angin dan tak jelas dimana rimbanya lagi, serta seperti apa penuntasannya.

Meskipun kalangan di panitia angket seperti Hidayat Monoarfa, yang ketika ditemui penulis, masih menyatakan optimismenya bahwa panitia angket kasus dugaan penjualan pante tetap akan menghasilkan rekomendasi, dan saat ini masih dalam perumusan hasil-hasil rapat sebelumnya, namun ia belum dapat memastikan, kapan rekomendasi itu dilahirkan. Ia hanya mengatakan, resume rapat-rapat sudah dibagikan ke anggota, dan saat ini mereka masih menunggu masukan dari seluruh anggota panitia angket, sebelum membuat kesimpulan dan laporan akhir yang akan diajukan ke paripurna. Namun sekali lagi, ia belum dapat memastikan waktunya.

Padahal, perjalanan waktu yang kian panjang, banyak dikuatirkan akan membuat hasil kerja panitia angket kian tak jelas, karena ragam kepentingan, akan saling berebut mempengaruhi masing-masing anggota panitia angket yang dibentuk melalui rapat paripurna itu.

Dan bila rekomendasi panitia angket tak kunjung dihasilkan, maka kerja-kerja panitia angket, akan dianggap hanya buang-buang energi saja. Bahkan lebih dari itu, kerja-kerja panitia angket bisa saja dianggap hanya memunculkan masalah lain yang juga tak kelar-kelar pengusutannya, seperti isu dugaan aliran dana Rp700 juta yang berujung pada laporan polisi tentang pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, atau masalah lain yang menyeruak belakangan yakni soal kwitansi yang dikabarkan adalah bukti adanya transaksi uang untuk oknum tertentu di Dewan Banggai. Semua itu, baik kasus dugaan penjualan pante Maahas, isu Rp700 juta, laporan pencemaran dan perbuatan tidak menyenangkan, hingga soal kwitansi aliran dana, menjadi tidak jelas dan ngambang. Lalu untuk apa pula membuang-buang energi, hingga rapat berhari-hari, melakukan penyelidikan dan permintaan keterangan dari malam hingga dinihari, sampai melakukan permintaan keterangan pada salah satu sumber di Makassar, lalu semuanya berujung pada ketidak jelasan.

Padahal sekali lagi, masalah di pante Maahas bukan cuma soal dugaan penjualan pesisir. Ada masalah-masalah lain seperti kasus aduan tanah ko’Aman hingga soal tanah milik Oksin, yang kini juga menguap.

Panitia angket Dewan Banggai boleh mengklaim telah bekerja. Namun hingga kini, hasil pekerjaan mereka masih absurd alias kabur, bahkan terancam buang-buang energi saja.**